Jumat, 28 Februari 2020

Sholat versi Pekok

Gue ini guru, kadang kadang suka nganehin, karena gue gak suka sikap kaku tipikal guru jadul.
Walau aneh toh ada guru masih muda sikapnya jadul kaku kampungan menurutku. Gue gak mau gitu.
Waktu ngajar gue stel musik di laptop biar asiik, namun tak terasa waktu berlalu masuk waktu dzuhur , adzan terdengar... seorang siswi menegurku, sebut aja namanya Siti Tukulwati, karena bibirnya mengingatkan akan presenter kondang itu. Aku tak tersinggung, kumatikan lagu itu serta merta.
Waktu berlalu pelajaran usai kubenahi laptop buku buku, tak sengaja kuperhatikan anak yang menegurku, yang seharusnya dia sudah berangkat sholat ke mushola buat sholat.
"Kamu gak sholat Siti...??"..."ehhmm anu Pak sebentar lagi..." Sementara waktu sudah berjalan dan akupun berniat langsung sholat selesai berbenah.
Lantas aku berfikir rupanya semangat kita mengingat Kan orang begitu tingginya melupakan diri sendiri. Atau jangan jangan kuat bersemangat mencari salah orang.

Akhir February

Sholat versi Pekok (Lanjutan)

Suatu hal yang agak lucu juga terjadi, sewaktu aku duduk duduk dengan mereka yang kukenal cukup alim dalam agama, dan mulutnya selalu komat kamit di dalam kesendiriannya - aku gak tau dia apa dzikir apa menghafal sesuatu- gak jadi urusanku. Dia itu kulihat orang "baik" lah , aku berbaiksangka aja. Kami duduk di meja ngobrol ngalur ngidul, tiba saatnya si bapak ini mohon diri sembari berujar "pulang dulu, mau sholat dzuhur," sementara waktu dzuhur udah sekitar satu jam setengah berlalu, tapi buatku itu gak masalah karena masih ada waktu. Yang terasa mengganjal di akhir kalimatnya dia  bilang,"Ente (sembari nyebut namaku) sudah sholat, saya tadi kencing ,"
Dalam hatiku kalo kencing ya cebok aja, lantas ambil wudhu sholat aja di tempat kita ngobrol kan ada yang bersih juga...???  Dan kenapa juga musti menyinggung namaku...??? Apa karena ingin menutup malu karena sering berkomat kamit namun telat sholat lantas shift the blame on someone alias cari salah orang. Tapi mungkin disitu semangatnya.

Suatu ketika kami berkumpul seperti biasa layaknya jam istirahat , duduk ngopi sembari ngudut menikmati gorengan yang itu ke itu lagi tanpa variasi namun tetap dimakan entah sekedar iseng apa lapar buat mengganjal perut. Si "Bapak Komat Kamit" menyinggungku lagi tentang masalah identitas, sepele aja sebenarnya identitas yang dimaksud adalah aku berada pada keorganisasian agama yang mana dalam bingkai Islam,  "kan ini pertanyaan dungu." Kusebut dungu, karena sebegitu besarnya keinginan tahu mereka aku berafiliasi kemana. Mereka sebut aku "tidak jelas" yang pasti mereka adalah orang orang dungu sebegitu besarnya ingin mengetahui wilayah privacy orang.
Apa Nabi yang sering kita bikin acara maulid pernah menyarankan kita masuk pada organisasi tertentu, pasti jawabannya tidak. Apa Nabi pernah menyarankan kita harus masuk salah satu mazhab yang ada......ada gak!!!!!!!!!
Jelas ini mengganggu keakraban kita bergaul, bahkan mengganggu keakraban kita bergaul dengan sesama anak bangsa (aku pinjam istilah Rocky Gerung). Bahkan dengan sesama agama yang sama kita jadi saling curiga.
Aku jadi berfikir ini hasil sholat apa hasil komat kamit.

Awal Maret pagi pagi ini dihiasi dengan hujan, kelihatan khalayak ramai sibuk berangkat ke kantor melengkapi diri dengan jas hujan, payung dan segala peralatan yang melindungi diri dari hujan, plus tak lupa memakai masker kaerena dihantui virus Corona. Sama dengan orang orang akupun bergegas untuk melaksanakan tugas, walau hujan sudah menghiasi hari. Kupacu kenderaanku bergelut dengan jalan licin dan padat dan sarat kenderaan. Cilaka gumamku sampai di tempat sudah terlambat tiga menit pintu sudah dikunci. Rupanya Dewi Durgandini begitu bersemangat hari ini izin masuk tidak diberikan, mungkin sang Dewi tadi malam habis tahajjud.
Tak seperti biasanya Dewi Durgandini bersikap seperti ini, karena sehari harinya dia juga gak begitu tertarik dengan tugasnya. Ini bisa dibuktikan sewaktu Margaret Tatcher datang menginspeksi dia tidak ada di tempat, begitu ketemu dengan beliau si Margareth Tatcher dia berkilah saya lagi ritual di rumah. Sontak saja pernyataan atau balasan ini membuat murka bunda Margaret Thatcher. Beliau Margareth Tatcher berkata..." Dewi kau bisa lakukan itu disini kenapa mesti di rumah." Dewi Durgandini hanya mampu tersipu malu ....iya kalau dia punya malu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar